KONFLIK KEHUTANAN REGISTER 45 SUNGAI
BUAYA – MESUJI LAMPUNG
Adalah fakta
bahwa kerusakan hutan di Provinsi Lampung sudah sangat menghawatirkan meliputi
kurang lebih 65,47 % atau 657.927 Ha dari 1.004.735 Ha luas hutan Provinsi
Lampung (berdasarkan rekalkulasi penutupan lahan Departemen Kehutanan tahun
2008). Kerusakan yang sangat parah justru terjadi pada kawasan hutan lindung
(81,89 %) dan kawasan hutan produksi (84,10 %) dari masing-masing
peruntukannya. Hal ini menunjukkan kegagalan pola pengelolaan hutan melalui
mekanisme pemberian hak pengelolaan kepada berbagai perusahaan seperti telah
berlangsung selama ini, disamping adanya perambahan hutan yang sering di
stigmakan ke masyarakat. Padahal kalau masyarakat yang benar-benar melakukan
perambahan hutan dapat dipastikan akan terjadi peningkatan kesejahteraan yang
signifikan bagi mereka, atau lahirnya masyarakat kaya baru di sekitar kawasan
hutan. Tetapi fakta juga menunjukkan bahwa masyarakat yang selama ini menghuni
kawasan hutan adalah masyarakat miskin sederhana yang sekedar mempertahankan
hak hidup di negeri yang konstitusinya
menjamin kesejahteraan bagi rakyatnya. Kalaupun melakukan ‘perambahan’
hutan, mereka adalah korban dari praktek mafia kehutanan yang selama ini justru
merajalela dan tidak pernah tersentuh oleh penegakan hukum.
Gagalnya pola
pengelolaan hutan di Provinsi Lampung yang mengakibatkan rusaknya hutan secara
massif dan banyak lahan yang terlantar akibat ditinggalkan secara tidak
bertanggungjawab oleh para pengusaha pemegang hak pengelolaan hutan setelah
meraup keuntungan (baca : menjarah) dari dalamnya, mengakibatkan timbulnya
keinginan masyarakat miskin tidak bertanah, umumnya para petani mengelola lahan-lahan
terlantar dan tidak produktif untuk manfaat ke-ekonomian. Keinginan masyarakat
ini bukan bersifat sporadis dan bermaksud penjarahan, apalagi bermaksud serakah
meraup kekayaan, tetapi masing-masing punya alasan-alasan historis-sosiologis
terhadap tanah-tanah yang ‘didudukinya’ kembali.
Kegagalan
pengelolaan hutan ini juga tidak terlepas dari kesalahan penerapan kebijakan
yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun daerah terkait dengan penggunaan
kawasan hutan, dan ini merupakan salahsatu factor yang menyebabkan terjadinya
perambahan kawasan hutan di Provinsi Lampung, yaitu ; lemahnya pengawasan
terhadap perusahaan-perusahaan yang memperoleh ijin penggunaan hutan produksi
sehingga menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang pada akhirnya mengakibatkan
perubahan fungsin kawasan hutan, antara lain ; pertama, adanya kegiatan usaha pertanian tanaman semusim yang
dilakukan oleh perusahaan pemegang HPHTI (alih fungsi kawasan hutan), adanya
kerjasama dan pengalihan hak kelola dari perusahaan pemegang HPHTI kepada pihak
lain secara tidak sah dan melawan hukum, perluasan HTI secara tidak sah
melebihi ijin yang diberikan, penelantaran terhadap areal kawasan hutan
produksi yang telah ada ijin penggunaannya oleh perusahaan pemegang HPHTI
tetapi tidak mendapat sanksi apapun. Dan kedua,
kebijakan penerbitan HPHTI tanpa memperhatikan aspek sosio-cultural dan hak-hak
masyarakat adat sehingga melahirkan perlawanan dari masyarakat adat setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar